Senin, 29 Juli 2019

Letter A for Andre Dwi Jatmiko

Saat itu aku sedang dimasa dimana, kok gini-gini aja sih hubungan aku dengan dia, yang lebih dulu ku kenal dari pada kau.
Aku merasa, antara aku dan dia hanya sebatas ini.
Kami hanya berjalan ditempat, tak kemana-mana dan hanya membuat luka bila berjalan lebih jauh.

Entah bagaimana awalannya aku tidak peduli. Ini adalah cerita pertama kali bagaimana pertemuanku denganmu.

Yang aku ingat saat itu... aku memang mengaktifkan people nearby ku saat itu. 
Aku lupa tepatnya hari apa, aku sedang mengunjungi si mbah di bulan Desember. Saat dirumah si mbah, aku membuka Line chat. Saat melihat pertemanan, ada namamu disitu. Aku tak asing dengan nama itu awalnya. Kau tahu, antara takut dan bahagia melihat namamu ada di list itu. Oke, ini pelajaran apa lagi yang akan kudapat? Seingatku aku pernah melihat dan membuka akun Facebook mu, di mutual friend salah satu temanku. Karena saat itu ada suggest friend muncul diberandaku. Sekarang nama itu ada di list Line. Hari itu juga aku accept sebagai friend Line.

Aku rasa "ya tidak ada salahnya berteman".

Setelah aku accept, kau yang pertama menghubungiku. Chat awal biasa saja, kau mencoba video call. Awkward tapi besoknya kau mengulang hal yang sama, sampai akhirnya 15 Desember 2018 kau meminta nomor whatsapp ku. Aku beri, karena memang aku jarang membuka Line, hanya bila sempat saja.

Akhirnya kita saling chat lewat whatsapp. Kau menanyakan status ku saat itu, dan tetap yang buat aku berpikir ulang adalah... usiamu masih dibawahku. Maka dari itu aku tidak terlalu mempedulikannya karena aku merasa kita hanya cocok berteman saja. Tapi, percakapan kita benar-benar nyambung dan mengasyikan untuk membahas apapun itu. Jadi aku nyaman seperti ini.

Dan yang paling membuatku shock adalah aku baru tahu kalau kau adalah teman dari dia, yang dari awal kuceritakan di paragraf pertama ini. Aku tidak tahu kalau kalian adalah teman. Hampir aku menghentikannya, karena aku bukan bermaksud bermain-main hanya pure berteman dengan kalian. Kalau aku tahu dari awal kalian bukan teman, aku mungkin tidak akan accept kau sebagai friend Line.

Kau mengirimi ku screenshot saat aku sedang selfie dan dia membuatnya sebagai whatsapp story di 20 Desember 2019 dan pada saatt aku makan malam dengan dia. Karena dia juga mempostingnya di whatsapp story. Cuma bisa, duh maaf duh maaf aku tidak tahu saat itu...

Sampai pada saatnya kau menanyakan tentang berobat ke salah satu dokter di tempatku berkerja, itulah awalan dimana kau dan aku bertemu. Kau meminta bantuanku untuk mendaftarkanmu agar kau tidak perlu lama menunggu.

Jumat, 28 Desember 2018 adalah waktu dimana pertama kali kita bertatap muka dan bejabat tangan, waktu itu aku sedang pakai masker, karena aku memang tidak percaya diri seperti sebelum-sebelumnya. Kau bersama temanmu, yang rasanya aku pernah melihatnya juga.  Ternyata kalian sepertemanan juga dengan dia.

Yang bikin aku kadang mikir itu saat kau bilang, 

"Nggak tahu ya aku percaya banget sama kaamu eh setelah saya mendengar suara kamu dari vc itu ngerasa gimana gitu. Pokoknya pasti beda gitu rasanya Lia, beneran. Ya pokoknya kharisma."

"Lakukan semuanya dengan sesuai hati kamu jangan sedikit-sedikit minta di nilai, karena lelaku yang bener-bener sayang sama kamu pasti dia menerima semua tentang kamu dan ketika kamu berbuat salah pasti dia akan mengingatkan kamu dengan baik."

"Seneng denger suaramu, Coba kamu belum kenal dengan dia, coba aku dulu yang kenal."

"Duh andaikan aja, andaikan aja waktu nikahannya dulu itu kita ketemu."

 "Selamat pagi bu lia 🌹"

"Semangat bu lia  🌹"

 Dan aku selalu bilang, 

"Kalau percakapan saya sama kamu bisa sepanjang ini, itu tandanya menurut kamu apa?"

"Iya ga usah mikir ga enak, toh kita juga nggak sengaja kenal. Kecuali saya udah ikat komitmen sama dia, saya gak bakalan tuh accept Line kamu waktu itu. Saya juga nggak nyangka kenal sama temennya dia, padahal saya menghindari sebenernya."

Maaf banget yah, kadang kita tidak sengaja bertemu untuk saling memberi pelajaran atau apapun itu namanya. Aku sudah jatuh hati dengan yang pertama, sayangnya yang pertama tidak ada merasakan hal yang sama, maybe.

Perasaanku terbelah antara kau dan dia, sayangnya kita hanya bisa berencana Tuhanlah yang menentukan. Aku senang antara kau dan aku sekarang mulai terbiasa dan masih baik-baik saja. Kau seperti teman-teman ku yang lain, saling berbalas pesan dan tahu batasannya. Aku lebih senang kita begini.

Hai,kau...aku menjadikan dia yang dulu sebagai pelajaranku dan aku tidak ingin kau jadi seperti dia. Aku dan dia pernah dekat dan berakhir seperti diawal, aku tidak mau kau dan aku seperti itu. Cukup dengan begini saja sudah membuatku senang.

Maka dari itu aku akan tegas pada siapapun yang datang dan menawar hatiku nanti.

Terima kasih sudah mau menerima aku apa adanya ini, anggap aku sebagai kakakmu ya. 
Terima kasih tidak meninggalkanku saat kau tahu aku dengan dia, ini bukan sengajaan. Ini tidak pernah terpikirkan olehku kalau kalian berteman. 
Terima kasih yang suka membuatku senyum-senyum sendiri karena tingkahmu.
Terima kasih sudah ngucapin ulang tahun langsung ngevideo call malam itu.
Terima kasih sudah mau berbagi cerita dan mau mendengarkan ceritaku.
Terima kasih sudah percaya padaku sebagai temanmu.
Terima kasih sudah jaga rahasia ini dari dia, karena memang malas saja mau mengumbar semuanya ke dia.

Semoga kelak kita saling dipertemukan dengan orang yang sudah Tuhan janjikan untuk kita. Atau kemungkinan lain Tuhan ingin kita bersama? haha Bercanda kok, santai jangan serius terus.
Aku yakin semua sudah ada waktunya masing-masing.

Aku yakin orang baik akan dipertemukan juga dengan yang lebih baik, insyaAllah.

Selasa, 02 Juli 2019

Pojok LateO

"Sedih banget, dia inget nggak ya dulu kita pernah deket kayak gimana."


"Kok aku ngalamin hal ginian diumur aku yang sekarang ini sih."


"Capek aku lama-lama, aku salah apa sampe kayak gini banget."


Aku bercerita sembari sesekali mengusap air mataku.

Menghabiskan tisu yang ada dimeja.

Sedih sekali mengetahui bahwa keadaannya seperti ini.

Aku sedang dimasa-masa krisis ku.

Aku sedang diuji lewat teman, skripsi, dosen, pekerjaan kantor, kehilangan mbah dan sekarang harus begini.

Aku tidak pernah seberat ini terhadap seseorang.


Sekarang aku dan Yong sedang berada di Cafe Late'O.

Malam ini hanya Yong saja yang sedang free, jadi Yong bersedia ku ajak bertemu. Aku butuh sekali didengar saat ini. Yong, salah satu teman yang tahu dari awal bagaimana aku biasa saja, takut jatuh cinta dan patah hati karenamu.


Yong hanya menyimakku sambil sesekali menenangkan aku.

Memang aku hanya butuh didengar saat ini.

Aku memilih meja pojok dan membelakangi meja lain.

Air mataku tak berhenti mengalir, sesekali aku megusap air mataku dan mengeluarkan ingusku.


Hatiku sedang hancur hari ini karena pesan darimu yang kuterima sore tadi.


Sesedih itu.


Aku tidak tahu mengapa.


Padahal aku sudah mencoba biasa saja.


Aku merasa aku belum siap sama sekali dengan kenyataan ini.


Tapi aku yakin mungkin ini yang terbaik untuk aku dan dia.


Sore itu kau kembali mengubungiku, menanyakan tempat cetak foto disekitar tempatku berkerja.


Setelah lama kau tidak menghubungi ku dan sekalinya kembali keadaannya seperti ini.


Aku kira percakapan kita akan panjang, karena aku janji pada diri sendiri akan biasa saja ketika kau kembali.


Tapi tetap percakapan kita semakin pendek dan tidak menemukan titiknya, karena sudah terlalu kusut dan jauh.


Setidaknya kita ternyata dekat hanya saja kita belum bertemu, itulah yang kembali membuatku sedih.


Diakhir percakapan kau bilang , "Aku pindah."


Dengan emoticon air mata yang menggenang.


Aku berusaha kuat dan tidak menangis saat itu juga. Karena aku masih di kantor dan menyiapkan dokumen untuk kelompok kerja akreditasiku.


Saking linglungnya mendengar kabarmu, gelas kopiku sampai jatuh dan hampir mengenai dokumenku. Disitu aku sadar aku tidak bisa apa-apa.


Aku tidak berani mengatakan aku ingin bertemu denganmu.

Aku tidak berani mengungkapkan bahwa aku sedih kau akan pergi.

Aku tidak berani bilang aku sudah merindukan percakapan kita.

Aku tidak berani menjelaskan rasaku padamu.


Aku hanya menangis.


Dan menanyakan pada diri sendiri, mengapa begini jadinya ketika jatuh cinta lagi.