Jumat 3 April 2015 jam 9 malam aku ke ATM
Mandiri ambil uang. Dengan tergesa-gesa aku tarik uangku dan mengambil kitiran
lalu meninggalkan ATM dan menuju tempat print-print-an. Sampai dikost baru sadar
kalau ATM ku tertinggal. Yang pastinya sudah tertelan mesin. Saat cek saldo sih
masih ada. Nominalnya sama dengan yang dikitiran tadi. Cuma aja aku shock
banget. Ini kedua kalinya aku ngilangin ATM. Ya maksudku ketelen. Aku bingung.
Ini hari Jumat dan besok Sabtu, mana ada bank yang buka. Pasti Senin. Dengan
perasaan campur aduk aku tidur.
Besoknya setelah pulang magang aku beraniin
diri buat sms Ayah minta bantuan buat telpon dan blokir ATMku. Soalnya sih aku
takut kalau ada apa-apa. Takut saldo ilang dan lainnya. Eh ayah ternyata mau
bantu aku. Ayah telpon mandiri call centre terus ngabarin kalo kartuku jelas ke
blokir. Ya syukur banget sih. Soalnya aku takut ada apa-apa.
Aku bersyukur banget sama Allah. Aku dikasih
ayah yang super! Menurut aku ayah itu bukan sekedar orang tua melainkan
teman,sahabat,pacar yang bisa ngertiin aku. Ibu juga. Cuma aku gak tau kenapa
lebih mau terbuka sama ayah. Bukannya nggak mau terbuka sama ibu sih. Karena
ada beberapa hal yang mugkin ibu tau dan ayah tau,ibu ngerti dan ayah ngerti.
Tiap naik motor dan lihat banyak orang lalu
lalalng,dipinggir jalan atau saat lampu merah aku bener-bener ngerasain yang
namanya syukur. Entah kenapa. Aku merasa bersyukur dilahirkan dari keluarga
yang mampu nyekolahin aku sampe sekarang walau orang tuaku dari keluarga
sederhana yang pendidikannya hanya sampai SMEA. Aku nggak pernah yang namanya
minder, pas dulu ga punya ini itu tapi sekarang punya semua. Sederhana sekali.
Dan itu cukup untuk kebahagiaan 5 orang dikeluargaku.
Ayah, aku tahu dulu perjuanganmu. Aku tahu
dulu kita belum mampu. Tidak semampu sekarang. Rumah memang pernah kau beli
waktu di Timor Leste. Tapi hanya sekejap memiliki dan gara-gara Timor Leste
akhirnya ingin merdeka,kita kembali ke Denpasar,Bali. Disana pun kita numpang
seadanya dengan keluarga om Harto dan tante Endang,adik ibu. Aku sama adik-adik
bisa tidur,makan dan sekolah.
Aku bersyukur banyak orang baik disekitar kita
Yah.
Lalu ayah dipindah tugaskan di Banyuwangi.
Ayah beli tanah BTN dan bangun rumah disana dengan ala kadarnya agar aku,ibu
dan adik-adik bisa segera menempati rumah. Hanya untuk siapa Yah? Keluarga.
Jelas sekali.
Kita pernah kan Yah, naik motor berlima pas
mau ke pasar malam? Ayah ingat? Aku duduk didepan,dibelakang Tika dan Ibu
mengendong Dewi yang masih balita. Aku masih ingat kita dibilang ‘kayak
akrobat’ sama tukang Ojek yang dekat rumah. Bukan mengolok tapi hanya bercanda.
Aku tahu, hanya saja sampai sekarang kejadian itu masih melekat dibenakku.
Sekarang? Ayah sudah punya mobil sendiri. Ibu
punya motor sendiri,adik-adik juga. Aku pun. Yang terpenting keluarga kita
sudah naik beberapa tingkat derajatnya. Karena apa? Karena kerja keras dan
semangat ayah dan ibu.
Aku juga masih ingat Yah,waktu ayah masih jadi teknisi di PLN Rogojampi. Ayah sering piket malam. Selalu. Dan ayah tahu? Aku paling benci itu. Paling benci saat ayah tidak ada dirumah. Piket sampai pagi. Tidak pulang kerumah. Stay dikantor. Aku selalu ingin dekat dengan ayah. Aku ingin suasana rumah itu ada aku,ayah,ibu dan adik-adik. Dan aku bersyukur pas ayah dipindah ke PLN Banyuwangi dan naik pangkat. Itu artinya tidak ada piket malam,walau ada yang namanya lembur. Ayah menyempatkan untuk berkumpul dengan keluarga.
Aku masih inget yah. Pas aku kecelakaan,jatuh
dari sepeda motor. Yang paling aku ingat adalah takut. Takut ayah marahi,takut
ibu marahi. Tapi aku selalu berani untuk menghubungi ayah. Yang pertama aku
hubungi pasti ayah. Setelah aku hubungi ayah pasti datang,aku masih menangis.
Ayah membonceng aku pulang dan menyuruh aku istirahat.
Aku masih ingat juga,saat ibu tidak masak.
Ayah yang menggantikan ibu memasak. Masak apapun selalu enak. Ayah menjadi chef
terbaik setelah ibuku! Aku sama adik-adik nggak pernah protes ayah masak apa
dan selalu habis.
Aku juga inget,pas ayah pertama kali jatuh
sakit karena stroke ringan yang melumpuhkan anggota badan sebelah kiri ayah.
Pertama kali aku tahu saat pulang sekolah. Ayah tidak ada dirumah,ibu juga dan
adik-adik belum pulang. Aku nunggu dirumah. Sudah sore tapi kenapa Tika belum
pulang? Dewi les. Sedangkan ibu aku tahu masih dikantor. Habis magrib ternyata
ibu balik sama Tika dan bilang,”habis ini bawakan ayah obat nyamuk sama bantal
ke rumah sakit. Kamarnya dekat dengan ruang perawat. Biasa di ruang Marwah kelas
I.” Kata Ibu. Aku lemes yah,pengen nangis tapi nggak aku tunjukin. Soalnya raut
muka ibu biasa aja,walau kelihatan banget sedihnya. Setelah itu aku ke rumah
sakit dan lihat ayah lemah tak berdaya tapi masih bisa senyum! Ya Allah :’) aku
rasanya pengen nangis. Seminggu ayah dirumah sakit, minta pulang. Karena ingin
pemulihan di rumah saja. Padahal juga ayah pake kartu PLN sehat,yang bakal
ditannggung sama kantor. Tapi dengan alasan ingin dirawat dirumah saja akhirnya
ayah dipulangkan. Sebulan berikutnya ayah bisa jalan pake tongkat. Ayah ga malu
:’) ya Allah. Lalu ayah banyak terapi sana-sini,minum obat dan akhirnya ayah
sehat lagi. Bisa lepas tongkat dan jalan seperti biasa walau agak terpincang
sedikit.
Aku tahu Yah,perjuanganmu. Kadang aku ngerasa kurang terus. Padahal ayah selalu memberi apa yang aku butuhin. Aku pengen hape baru.
Tapi ayah selalu bilang,”buat apa? Kan ada
hape yang lama. Yang penting bisa buat komunikasi.”
Aku tahu yah semua perjuanganmu. Aku anak
pertamamu. Aku yang ayah sama ibu nanti-nanti kehadirannya.
Aku yang pertama kau sayang,gendong,cium dan kau kasihi sebelum
adik-adikku. Aku bahagia yah menjadi putri pertamamu. Semoga aku bisa menjadi
contoh yang baik untuk adik-adikku kelak.
Terima kasih Ayahku tersayang,kelak ijinkan
aku menemukan orang sebaik dan sesabar ayah yang bisa menuntunku menuju
surga-Nya. Ayah tetap akan menjadi lelaki nomor 1 ku! Aku sangat bangga padamu
Ayah.
Lia 20th
putri pertamamu,yang masih suka manja dan pecinta terang bulan keju! yang sedang nulis sambil ditemeni
hujan dan tisu ,aku rindu ayah,ibu dan adik-adik... <3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar