Selasa, 02 Juli 2019

Pojok LateO

"Sedih banget, dia inget nggak ya dulu kita pernah deket kayak gimana."


"Kok aku ngalamin hal ginian diumur aku yang sekarang ini sih."


"Capek aku lama-lama, aku salah apa sampe kayak gini banget."


Aku bercerita sembari sesekali mengusap air mataku.

Menghabiskan tisu yang ada dimeja.

Sedih sekali mengetahui bahwa keadaannya seperti ini.

Aku sedang dimasa-masa krisis ku.

Aku sedang diuji lewat teman, skripsi, dosen, pekerjaan kantor, kehilangan mbah dan sekarang harus begini.

Aku tidak pernah seberat ini terhadap seseorang.


Sekarang aku dan Yong sedang berada di Cafe Late'O.

Malam ini hanya Yong saja yang sedang free, jadi Yong bersedia ku ajak bertemu. Aku butuh sekali didengar saat ini. Yong, salah satu teman yang tahu dari awal bagaimana aku biasa saja, takut jatuh cinta dan patah hati karenamu.


Yong hanya menyimakku sambil sesekali menenangkan aku.

Memang aku hanya butuh didengar saat ini.

Aku memilih meja pojok dan membelakangi meja lain.

Air mataku tak berhenti mengalir, sesekali aku megusap air mataku dan mengeluarkan ingusku.


Hatiku sedang hancur hari ini karena pesan darimu yang kuterima sore tadi.


Sesedih itu.


Aku tidak tahu mengapa.


Padahal aku sudah mencoba biasa saja.


Aku merasa aku belum siap sama sekali dengan kenyataan ini.


Tapi aku yakin mungkin ini yang terbaik untuk aku dan dia.


Sore itu kau kembali mengubungiku, menanyakan tempat cetak foto disekitar tempatku berkerja.


Setelah lama kau tidak menghubungi ku dan sekalinya kembali keadaannya seperti ini.


Aku kira percakapan kita akan panjang, karena aku janji pada diri sendiri akan biasa saja ketika kau kembali.


Tapi tetap percakapan kita semakin pendek dan tidak menemukan titiknya, karena sudah terlalu kusut dan jauh.


Setidaknya kita ternyata dekat hanya saja kita belum bertemu, itulah yang kembali membuatku sedih.


Diakhir percakapan kau bilang , "Aku pindah."


Dengan emoticon air mata yang menggenang.


Aku berusaha kuat dan tidak menangis saat itu juga. Karena aku masih di kantor dan menyiapkan dokumen untuk kelompok kerja akreditasiku.


Saking linglungnya mendengar kabarmu, gelas kopiku sampai jatuh dan hampir mengenai dokumenku. Disitu aku sadar aku tidak bisa apa-apa.


Aku tidak berani mengatakan aku ingin bertemu denganmu.

Aku tidak berani mengungkapkan bahwa aku sedih kau akan pergi.

Aku tidak berani bilang aku sudah merindukan percakapan kita.

Aku tidak berani menjelaskan rasaku padamu.


Aku hanya menangis.


Dan menanyakan pada diri sendiri, mengapa begini jadinya ketika jatuh cinta lagi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar