Sikapmu masih seperti
kemarin. Dingin.
Tapi kali ini semakin dingin dan malah kau mengacuhkan
perkataanku. Kau masih saja diam dan malas berbicara kepadaku. Apapun yang aku
ucapkan seakan tak ada artinya dihadapanmu.
Kau bilang kau tak
mencintai dia tapi mencintaiku.
Tapi yang aku rasakan
bukan seperti itu.
Kau berbohong.
Kau tidak berani menatapku. Dan jelas-jelas kau
menyembunyikan sesuatu dariku.
Sudah berapa kali kopi
kau pesan, sudah berapa kali pembicaraan kita sama saja. Untuk hari ini aku
kalah lagi. Kau menyuruhku lekas pulang karena hari akan hujan. Kau pergi
dengan mantelmu dan kembali meninggalkan aku sendirian, setelah kau membayar
pesanan kita.
***
Malam ini aku sudah
tidak tahan, aku meluapkan segala kekesalanku dan tangisanku menjadi-jadi.
Aku dengar ketukan
pintu dari luar, aku tidak mungkin membuka pintu. Dengan keadaan kacau seperti
ini. Aku tetap meraung-raung. Memikirkan bagaimana kelanjutan hubunganku. Aku
tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
Ketukan itu berhenti.
Kembali aku meratapi
diriku. Apakah semudah ini kau meninggalkanku dan memilih wanita itu? Beberapa
saat kemudian ketukan itu kembali terdengar. Aku memberanikan diri untuk
membukanya. Dan yang kulihat adalah tetangga sebelahku, Jim.
“aku mendengar
tangisan, apa kau baik-baik saja? Kalau kau butuh teman untuk berbagi aku
bisa.”
Aku kembali menangis
dan menyuruhnya masuk.
Di apartement tengah
kota ini hanya beberapa tetangga yang aku kenal. Salah satunya Jim. Dia tetangga
baruku tapi dia sudah seperti kenal lama denganku. Aku memulai ceritaku. Jim terdiam
dan mendengarkan ceritaku baik-baik. Kemudian…
“Kalau kau sudah tidak
tahan jangan teruskan ini. Kumohon.”
“Tapi aku masih
mencintainya. Berulang kali seperti ini tapi cintaku malah semakin besar Jim. Apa
arti semua ini?”, aku menangis lebih keras.
Jim mendekatiku dan
memegang tanganku.
“Karena terlalu banyak
air mata yang keluar dari mata indahmu, banyak jeritan yang tidak pernah ia dengar,
banyak luka yang ia tidak pernah mau sembuhkan. Semakin hancur kau dengan
keadaan ini, semakin ia sering menyakitimu lebih. Tinggalkan atau kau terluka
hingga kau lelah mencintainya.”
Jim menatapku nanar dan menghapus air mataku.
Oke, aku tahu ini tidak
seperti biasanya. Jim tidak seperti ini kemarin, tapi dengan begini Jim
menyadarkanku akan segalanya. Aku harus bilang yang sesungguhnya dan pergi dari
hidupnya.
***
Aku masih duduk dengan
coklat manis hangat sambil menunggu ia datang. Aku akan katakana apa yang
semuanya aku rasakan. Akan lebih baik aku mengakhiri ini semua.
Dari jendela café aku
dapat melihat jelas buliran air hujan yang jatuh, aku rindu suasana seperti
ini. Benar-benar indah. Dari kursiku aku melihat kearah pintu masuk, ia sudah
datang. Melipat payung dan segera melemparkan pandangan kesegala arah
mencariku. Ia memesan ke kasir lalu menuju ketempatku.
Untuk kesekian kalinya
ia masih tetap dingin dan tampak tak terlalu suka dengan pertemuan ini. Aku memulai
pembicaraan.
“Sudah berapa kali kita
seperti ini, sejak kau bertemu dengan wanita itu.”
Ia sepertinya kaget aku
berani bicara seperti ini. Ia terlihat malas membahas percakapan ini.
“sudah ku bilang jangan
bahas tentang wanita itu, aku tidak mencintainya.”
“tapi kau berubah. Dimana
dirimu yang dulu?”
Ia melihat kearahku. Untuk
pertama kalinya setelah kejadian itu dia tidak pernah menatapku seperti ini. “apa
maksudmu?”
“aku ingin semua ini
berakhir kalau kau terus begini padaku.”
“kau mau mengakhiri
semuanya?” tanyanya padaku, tangannya memegang punggung tanganku.
Aku mengusap air mataku
yang kembali jatuh. Aku sebenarnya masih mencintainya dan tak mungkin
mengatakan ini, tapi benar kata Jim semakin aku mencintainya semakin banyak
luka yang ia beri.
“Aku sudah berkali-kali
terluka karenamu, kau tidak pernah mau merubah sikapmu. Kau selalu
mengacuhkanku dan membiarkan aku menangis karenamu. Kau selalu bilang kau tak
mencintai wanita itu tapi kau terus saja menemuinya. Aku sudah berkali-kali
melihatmu bersamanya, tapi ketika kau bertemu denganku seakan tidak ada
apa-apa. Kau menyembunyikannya dariku, walau aku tahu aku diam saja. Aku sudah
cukup terluka dengan semuanya.”
ia tak bisa berkutik,
ia tak menyangka kalau aku mengetahui semuanya.
“Sekarang sudah jelas. Terima
kasih atas semuanya.”
Aku berlalu keluar dari
café dan membiarkan hujan membasahi tubuhku.
to be cont-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar